Dua tahun penuh Frans menggonta-ganti media semai sampai menemukan ramuan paling pas: sekam bakar dan pasir malang berkomposisi 3 : 1 plus 5% dolomit. Menurut Frans komposisi itu mendekati habitat asli pachypodium. Di alam sukulen itu hidup di daerah gersang berbatu, berpasir, dan cenderung berkapur.
Frans yakin, sekam mampu menyerap asam berlebih, tak mudah lapuk, dan kadar organik rendah. Sementara porositas pasir malang cukup tinggi sehingga mencegah air tergenang. Pasir malang juga mengandung mineral yang berfaedah menguatkan dinding sel sehingga resisten serangan hama dan penyakit. Ketiga bahan itu diaduk rata dan ditaruh di atas tray plastik berlubang di bawahnya. Biji dipendam sedalam 0,5 cm. Setelah 2-3 bulan baru mulai disiram. Hasilnya 70% biji bersemai prima.
Komposisi media itu juga digunakan oleh para pekebun lain seperti Aris Budiman di Yogyakarta, Soeroso Soemopawiro di Jakarta, dan Temi Hernadi di Bandung. Lanny Lingga, pekebun di Bogor, Jawa Barat, memanfaatkan arang sekam, peatmoss, dan perlit. Lapisan arang sekam di permukaan atas; bawah, campuran peatmoss dan perlit yang berkelembapan tinggi. Dengan kelembapan tinggi, ia hanya menyiram sekali sepekan. Alumnus University of New South Wales itu membuat 2 lapisan agar tingkat kelembapan terkontrol. Campuran peatmoss dan perlit cenderung berkelembapan tinggi.
Lanny menyemai biji pachypodium dalam kompot styrofoam ukuran 40 cm x 50 cm. Populasinya 200 biji. Sebelum penyemaian Lanny merendam biji dalam air hangat suam kuku sekitar 40oC ditambah 10 cc zat perangsang tumbuh, selama 1 jam. Setiap 20 menit ia mengganti air agar tetap hangat. Kemudian biji direndam lagi dalam air bersih selama 1 jam. Dalam air bersih, perempuan 38 tahun itu menambahkan setetes giberelin per 200 ml. Setelah itu biji disebar dalam kompot. Dengan cara itu, tingkat perkecambahan biji mencapai 80%.
Lebih cepat
Persentase perkecambahan juga dipengaruhi faktor genetis. Jenis tertentu seperti brevicaule, misalnya, sohor sebagai biji yang sulit berkecambah. Persentasenya cuma 5%. Jenis densiflorum, horumbense, dan mikea mencapai 40%; soundersii dan geayi, 60%. Secara genetis persentase perkecambahan tertinggi terdapat pada jenis lamerei, sekitar 70-90%.
Hal lain yang mempengaruhi adalah lama penyimpanan biji. Semakin lama disimpan makin lama pertumbuhan. Sebab biji perlu penyesuaian untuk menghilangkan masa dorman. Pekebun lazim menggunakan giberelin untuk mempercepat hilangnya masa dorman. 'Paling lama benih disimpan 2 bulan untuk mendapatkan hasil maksimal,' kata Frans.
Pengemasan yang kurang baik juga mempengaruhi tingkat keberhasilan pertumbuhan. Plastik pembungkus sebaiknya divacum dan diberi pengering. Selama masa pengiriman seharusnya ada dalam refrigerator.
Menurut Lani, di daerah bersuhu tinggi seperti Semarang pertumbuhan pachypodium relatif cepat. Namun, pertumbuhan duri lambat dan bonggolnya tidak sebesar di daerah bersuhu dingin. Biasanya 6 hari pascasemai lahir daun. Namun, daun sejati baru muncul 4 hari kemudian. Dua bulan berikutnya pachypodium dapat dipindah dalam polibag dengan mengikutsertakan media semai ditambah sekam bakar.
Tanaman berduri itu bisa juga diperbanyak dengan setek. Sayangnya setek cenderung membuat bonggol tidak keluar, risiko kegagalan lebih besar, sulit keluar akar, bentuk tajuk kurang bagus, dan hasil perbanyakannya lebih sedikit. Jenis kristata biasa dilakukan grafting (sambung pucuk) karena merupakan jenis yang langka dan lambat pertumbuhannya. Penyambungan dilakukan dengan batang bawah jenis lamerei karena lebih mudah tumbuh. Tingkat kegagalan grafting relatif rendah. (Dyah Pertiwi Kusumawardani).
Dari : Trubus-online.co.id
http://www.petanibunga.com/search/label/Artikel%20Pachypodium
Tidak ada komentar:
Posting Komentar