Keterbatasan lahan bukan lagi kendala dalam menjalankan bisnis pembibitan buah. Lahan sempit di sekitar rumah pun dapat dimanfaatkan. Contohnya Prastiyanto, meski pekarangan miliknya tak luas, ia sukses menjalankan bisnis budidaya buah kelengkeng, di antaranya dengan metode tabulampot.
Tanaman buah dalam pot atau tabulampot kian diminati masyarakat seiring semakin menyempitnya lahan pekarangan. Terutama masyarakat yang tinggal di perkotaan maupun di lingkungan perumahan. Pohonnya yang tidak terlalu tinggi dan perawatannya yang mudah namun dapat berbuah lebat menjadi salah satu daya pikat. Dan peluang inilah yang di coba dimanfaatkan Prastiyanto.
Pak Pras, begitu panggilan akrabnya, memulai usaha pembibitan buah kelengkeng pada tahun 2006. Prastiyanto yang awalnya juga beranggapan pohon kelengkeng tidak bisa berbuah bila ditanam di lahan sempit dan panas, apalagi nantinya tidak ada pohon yang dapat membuahi, kemudian melakukan pembibitan. Ia yakin langkahnya pasti akan mendatangkan keuntungan.
“Dengan tabulampot kita dapat memanfaatkan lahan pekarangan secara maksimal bahkan dapat menambah pendapatan keluarga. Saya juga memprediksi masyarakat bisa hidup dari penghasilan kelengkeng. Dan budidaya ini merupakan solusinya” tutur ayah dua anak ini.
Setidaknya ada tiga macam kelengkeng yang kini dibudidayakan Prastiyanto, yaitu kelengkeng pingpong, aroma durian serta diamond river. Bibit yang dikembangkan, akan mulai berbuah saat umurnya menginjak dua tahun. Dengan pemberian nutrisi atau pemupukan, berupa pupuk kandang, yang teratur pohon kelengkeng akan selalu berbuah tiap tahun. Bahkan pada saat tertentu mampu berbuah hingga dua kali setahun.
“Setelah berbuah sebaiknya dilakukan pemangkasan, sehingga di musim buah berikutnya akan semakin lebat. Ketiga jenis kelengkeng ini bisa berbuah walau hanya satu pohon karena memiliki sistem pembuahan serumah dalam satu bunga. Yakni jantan dan betina sekaligus. Saat menjadi bakal buah, dua-duanya akan membesar tetapi salah satunya akan kalah atau jatuh”sambungnya.
Pak Pras menambahkan, untuk mengenali jenis pohon kelengkeng dapat dibedakan melalui bentuk daun. Daun kelengkeng jenis pingpong memiliki ciri berdaun telungkup ke bawah. Sedangkan aroma durian tengah daunnya tampak berkerat. Sementara kelengkeng diamond river daunnya lebih lebar menjuntai mirip telinga kambing etawa.
Prastiyanto yang sepenuhnya mengantungkan penghasilan dari budidaya kelengkeng dalam setiap bulan mampu menjual bibit kelengkeng sebanyak 50 batang, rata-rata berukuran polibag. Harga yang ditawarkan mulai dari Rp 40.000,- hingga Rp 800.000,- tergantung pada usia dan jumlah pengambilan atau pembelian.
Hasil budidaya pembibitan inipun telah dipasarkan hampir seluruh kota besar di Indonesia. Mulai dari Sumatera, Kalimantan hingga Papua. Sementara itu teknik pembibitan yang dilakukan Pratiyanto yaitu dengan cara sambung susuan, sambung mata serta cangkok. “Sistem cangkok ini sebenarnya rugi karena hanya menghasilkan sedikit bibit. Bila dengan sambung susuan dapat menghasilkan 5-10 batang, dengan cangkok cuma satu batang” ujarnya.
Bagi-bagi bibit
Terhitung pertengahan 2011 ini Prastiyanto mengembangkan lahan pembibitannya di desa Gedongan Piyungan seluas 150 m2. Selain itu ia juga memberdayakan warga sekitar agar mau memanfaatkan lahan pekarangan guna budidaya kelengkeng. “Saya bercita-cita masyarakat dapat penghasilan tambahan dengan menanam pohon kelengkeng. Sebanyak 25 batang telah saya bagikan secara gratis, di tahap pertama. Berikutnya semua warga, sebanyak 80 KK juga akan mendapatkan. Sehingga nantinya satu kampung akan menanam atau memiliki pohon kelengkeng yang ke depannya dapat dijadikan des a wisata kelengkeng” harapnya.
Pras juga menceritakan awal memperkenalkan budidaya kelengkeng di tempat barunya juga mendapat penolakan. Warga masih belum percaya pohon kelengkeng dapat berbuah bila ditanam di dataran rendah seperti desa Gedongan, Piyungan. Terlebih hingga saat ini belum ada contoh atau bukti keberhasilan budidaya kelengkeng di sekitar Gedongan. Ia yakin lambat laun desa Gedongan akan menjadi sentra buah Klengkeng. “Di perbatasan desa ini, yakni Krasakan Jogotirto Berbah sudah menjadi desa buah jambu Dalhari. Di tahun mendatang Gedongan bisa dijadikan desa kelengkeng” pungkas Prastiyanto.
Sumber : http://budidayanews.blogspot.com/2011/06/budidaya-kelengkeng-untung-cepat-diraup.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar